(02/06/15 – 04/06/15)
“Slow down and enjoy life. It is not only the scenery you miss by going too fast, you also miss the sense of where you are going and why”
Day 1, (02/06/15) Semua selalu terasa berat di awal
Setelah pada beberapa minggu yang lalu kami melakukan bikecamping di Embung Nglanggeran, Patuk, maka tidak berapa lama kemudian kali ini kami melakukan kegiatan bikecamping lagi (sepertinya kami mulai ketagihan untuk bikecamping hehe…:)). Dan jika pada beberapa kegiatan bikecamping terdahulu yang kami lakukan hanyalah dalam waktu singkat (satu hari saja) maka pada bikecamping kali ini kami mencoba untuk melakukannya sedikit lebih lama (tiga hari) supaya kami bisa benar-benar menikmati perjalanan goweswisata kami, sekaligus juga untuk lebih mengeksplor keunikan dari tempat yang kami datangi
Awalnya sedikit bingung juga ketika menentukan tujuan bikecamping kali ini karena sangat sulit menemukan informasi camping ground yang ada di Yogyakarta, terutama yang gratis :) dan belum pernah kami datangi, tetapi akhirnya setelah mempertimbangkan faktor kemudahan dan keamanan maka lokasi Kalikuning pun kembali menjadi tujuan kami walaupun dulu kami sudah pernah melakukan bikecamping di tempat ini. Nah berhubung rentang waktu pada bikecamping kali ini lebih daripada satu hari, maka saya pun mempunyai ide untuk mencoba menggabungkannya dengan melakukan trekking di hari keduanya nanti, sehingga kami tidak hanya berkutat di seputar area camp ground saja melainkan juga lebih mengeksplor apa saja spot-spot asyik yang bisa dilihat di sekitar wilayah ini
Peserta bikecamping Goweswisata kali ini hanya diikuti oleh 3 orang saja (saya, pasangan saya Agitya Andiny, dan bocah petualang Tadeus Rian) karena seperti yang sudah pernah saya jabarkan dibeberapa post terdahulu bahwa saya cenderung lebih menikmati perjalanan jika pesertanya tidak terlalu banyak, entahlah mungkin faktor karakter dan hobby saya sebagai penulislah yang membuat saya lebih menyukai perjalanan tanpa rombongan besar, sekaligus juga membuat saya jadi lebih bisa menangkap detail selama perjalanan
Setelah mempersiapkan “peralatan perang” untuk dipacking kedalam pannier dan tidak lupa melakukan cek ulang kondisi sepeda pada malam sebelum kami berangkat akhirnya tibalah hari H nya. Mengawali start sekitar jam 07.30 WIB dari Basecamp goweswisata, kali ini kami juga mencoba melakukan dokumentasi dalam bentuk video perjalanan supaya lebih lengkap dan bervariasi (silahkan cek di fanpage FB Gowes Wisata), sehingga tidak sekedar dalam bentuk foto-foto saja (mencoba terus berinovasi)
Dan inilah penampakan kendaraan tempur kami hehe…:)
Seperti yang sudah diketahui bahwa jika menuju ke Kalikuning, Cangkringan, hingga Kinahrejo yang notabene berada di lereng Gunung Merapi maka otomatis rute yang akan ditempuh pastilah berupa tanjakan, dan namanya juga ke lereng gunung maka haruslah mempersiapkan mental, semangat dan fisik untuk terus gowes menanjak (sambil membawa beban) selama perjalanan sampai nantinya tiba ditujuan
Kami mengambil rute melalui Jalan Gejayan – terminal Condong Catur – kemudian belok kiri sebelum terminal Condong Catur mengambil jalan alternatif menuju Jalan Kaliurang, di sepanjang rute ini walaupun menanjak tetapi masih terasa landai sehingga tidak terlalu berat. Selepas pertigaan traffic light Pakem menuju kaliadem barulah tanjakan terasa mulai menjadi medium (mungkin juga terasa sedikit berat karena sebagian tenaga kami sudah terpakai untuk menanjak disepanjang Jalan Kaliurang), ya sudah nikmati sajalah hehe…:)
Untunglah situasi jalanan selepas Jalan Kaliurang cukup sepi dari kendaraan bermotor sehingga udara juga terasa lebih segar ketika kami masih harus menanjak
Pada perjalanan kali ini ada sedikit kendala teknis yang memakan “korban” yaitu kickstand pada sepeda Agit bengkok karena tidak kuat menahan beban sepeda beserta seluruh panniernya
Dan rupanya “korban” kali ini tidak hanya kickstand saja melainkan juga pengendaranya, kali ini menimpa Tadeus Rian yang sempat “jackpot alias muntah” saat kami beristirahat di sebuah Masjid selepas gerbang tiket Kalikuning. Dititik ini akhirnya waktu beristirahat saya buat menjadi lebih lama (sekitar 1 jam) dengan pertimbangan menunggu kondisi fisik Rian pulih dahulu (lumayanlah sambil beristirahat bisa cuci muka dan makan camilan)
Sebenarnya selepas gerbang tiket Kalikuning kita juga bisa menemukan lokasi camping ground lain yang biasa digunakan oleh masyarakat umum ketika mereka mengadakan kegiatan outbond atau acara Makrab yaitu di Plunyon (biasanya para pesepeda juga akan memilih tempat ini sebagai destinasi akhirnya ketika mereka gowes menuju Kalikuning) karena di Plunyon terdapat aliran air yang berasal dari gunung merapi dan ditambah lagi dengan pemandangan indah lembah Kalikuning (lihat post kalikuning terdahulu)
Namun jujur saja medan tanjakan terberat bagi saya secara pribadi justru dimulai selepas dari gerbang tiket hingga menuju lokasi camping kami nantinya di Cangkringan, tepatnya berada di areal persewaan Jip milik Grinata Adventure, dititik ini medan menanjak yang awalnya berupa aspal halus setelah pertigaan kaliadem mulai berubah menjadi jalan rusak dan derajat kemiringannya pun semakin menjadi (gowes menanjak tanpa membawa beban saja sudah terasa berat, apalagi bagi rombongan kami yang masing-masing membawa beban sekitar 20-30kg di pannier masing-masing), disinipun kendaraan- kendaraan yang berpapasan dengan kami hanyalah Jip lava tour, mobil pribadi, kendaraan travel, dan sepeda motor milik warga
Akhirnya tibalah kami di Pos milik Grinata Adventure (917mdpl)
Kami tiba dilokasi sekitar pukul 15.30 WIB, setelah meminta ijin kepada pengelola Grinata Adventure untuk camp maka kami pun menuju ke lokasi yang dulu juga kami gunakan saat melakukan bikecamping pertama kali di kalikuning. Melihat situasi campground kami tampaknya tidak ada yang melakukan camping di tempat ini sejak pertama kali kami menggunakannya, terlihat dari masih adanya susunan batuan yang dulu pernah kami buat untuk menyalakan api unggun (sepertinya hanya kamilah yang menggunakan area ini untuk camping sampai saat ini)
Sekitar pukul 16.30 WIB kabut mulai turun dan menyelimuti seluruh area camping serta lembah Kalikuning, padahal dahulu waktu pertama kali kami camping di tempat ini tidak ada kabut sama sekali yang turun di sore hari, untunglah semua tenda dan hammock sudah selesai kami dirikan sehingga hanya tinggal mandi dan bersih-bersih di toilet umum yang ada di seberang pos Grinata Adventure kemudian mencari makan saja sebelum akhirnya beristirahat di tenda masing-masing
Satu hal yang paling saya suka saat camping seperti ini adalah suasana tenang, alami, serta udara yang masih segar karena masih banyaknya pepohonan yang ada di sekitar lokasi ini. Untuk sesaat terkadang saya merasa kegiatan seperti ini perlu dilakukan oleh setiap individu untuk menyepi sejenak dari hingar-bingar perkotaan dan gaya hidup konsumtif atau hedonisme dimana biasanya semua individu saling membanggakan brand yang dipakainya, bahkan terkadang hal tersebut tidak jarang juga terjadi di kalangan goweser yang berulangkali menanyakan dan membanggakan tentang brand, atau merasa minder hanya karena sepedanya tidak berasal dari brand terkenal. Seorang teman saya, goweser dari Perancis pernah mengatakan bahwa selama perjalanan bersepedanya keliling dunia (dan kebetulan sempat singgah di Indonesia) ia merasa heran dengan banyaknya orang-orang Indonesia yang terlalu terfokus pada brand sepeda dan berbagai gear yang ia miliki dibandingkan dengan pengalaman bersepedanya menjelajahi berbagai negara di dunia dan keunikan dari masing-masing tempat tersebut, “Brand is useless if you’re doing cycling trip, the most important is enjoy your cycling trip because you like it, not because they like it”, bagaimana sebuah perjalanan itu membawa perubahan positif terhadap cara berpikirmu lah yang menjadikan perjalanan itu berarti, bukan untuk sekedar mendapatkan pengakuan hebat dari orang-orang.
Mungkin karena itu pulalah saya terkadang tidak terlalu memusingkan brand dari sepeda dan gear yang saya gunakan, selama saya merasa nyaman maka itulah yang saya gunakan, brand hanyalah sekedar penjamin atas quality dari produk yang mereka buat, dan sepeda hanyalah salah satu dari sekian banyak alat transportasi yang saya pilih untuk bertualang, sehingga saya tidak akan memaksakan diri untuk selalu mengambil foto saya dengan sepeda di suatu lokasi yang terlihat “keren”, dengan pertimbangan jika hal tersebut nantinya akan merusak atau mencemari lingkungan yang ada (aliran air, bebatuan air terjun, dan lainnya), alam terlalu berharga dan baik untuk dirusak demi sebuah foto yang dipaksakan supaya terlihat “keren” dimata orang, karena intinya sayalah yang menikmati semua perjalanan ini secara langsung :)
Dan berbagai pemikiran lainnya justru saya dapatkan saat saya melakukan kegiatan seperti ini tanpa terlalu banyak orang, mungkin sekali-kali kalian juga perlu mencoba untuk melakukan perjalanan tanpa diikuti terlalu banyak orang atau rombongan sehingga kalian juga bisa lebih meresapi perjalanan kalian
Menikmati berpikir tentang apapun di keheningan malam
Bebas itu saat kalian bisa mengekspresikan apa yang menjadi keinginan kalian
Dan pada akhirnya semua yang terasa berat di awal itu pun bisa kami lalui
Day 2, (03/06/15) Trekking menuju Puncak Kinahrejo
Setelah pada malam harinya hujan sempat turun disekitar lokasi camp kami dan membuat suhu disekitar turun menjadi lebih dingin, untunglah hujan tidak berlangsung lama, sekitar pukul 04.30 WIB suara kokok ayam mulai bersahutan diiringi suara adzan Subuh dari pengeras suara Masjid yang ada menandakan sang fajar akan segera menyingsing
Penghuni yang lain sepertinya masih terlelap, enggan beranjak dari peraduan mereka karena dinginnya udara sekitar
Saya pun mulai keluar dari tenda dan berjalan-jalan sebentar sembari melakukan gerakan senam ringan untuk menghangatkan tubuh, kabut juga masih tampak di beberapa bagian lereng Merapi menunggu sang surya untuk menghangatkannya
Suasana pagi yang tenang dan sejuknya hawa pegunungan serta ditimpali oleh kicauan burung setidaknya cukup membuat pikiran saya menjadi tenang. Sambil menunggu rekan-rekan yang lain bangun dari tidurnya lebih baik saya mengambil kamera dan mendokumentasikan suasana pagi hari di tempat ini
Puncak kubah Merapi tampak dari kejauhan
Lembah Kalikuning
Setelah semua sudah bangun dari tidurnya (kecuali Rian yang masih enggan beranjak dari Hammocknya) maka saya dan Agit pun berencana untuk melakukan Trekking, sedangkan karena Rian memilih untuk tetap di camp spot maka kami berdua pun menitipkan sepeda, tenda, dan barang-barang kepadanya, baiklah saatnya mandi dulu sebelum trekking :)
Selesai bersiap-siap dan memasukkan beberapa barang penting serta kamera ke dalam tas carrier maka sekarang saatnya trekking
Suasana di sekitar lokasi camp kami menuju ke atas saat ini terdapat banyak persewaan kendaraan dan pemandu untuk menuju lokasi lereng Merapi (wisata lava tour), sepertinya bencana erupsi dahsyat Gunung Merapi yang dahulu memporak-porandakan desa-desa di sekitar lereng Merapi kini telah berubah menjadi lokasi wisata yang menjadi mata pecaharian baru bagi warganya
Memasuki gerbang Desa Kinahrejo
Jika kalian malas berjalan kaki menanjak untuk menuju Puncak Kinahrejo, Kali Opak, Watu Tumpeng, hingga Museum (bekas lokasi rumah) Mbah Maridjan maka jangan kuatir disini juga terdapat sewa ojek dengan tarif sekitar 30 ribu rupiah. Tetapi karena kami ingin menikmati detail perjalanan ini maka kami pun memilih berjalan kaki (dan sekaligus menghemat uang hehe…:))
Sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh dari gerbang desa Kinahrejo tetapi tanjakannya yang mungkin sedikit melelahkan (bagi kalian yang tidak terbiasa berjalan kaki tetap saja pasti terasa jauh)
Dari papan petunjuk tadi kami memutuskan untuk menuju ke Puncak Kinahrejo terlebih dulu, ayo nanjak lagi
Dan tibalah kami di Puncak Kinahrejo (ketinggian sekitar 1200mdpl)
Disini juga terdapat monumen peringatan untuk mengenang erupsi dahsyat Gunung Merapi yang terjadi pada 26 Oktober 2010 lalu, selain memuat nama-nama para korban, juga terdapat petuah untuk menjaga alam supaya alam tidak murka, intinya sebagai manusia maka sudah selayaknya kita menjaga dan hidup harmonis dengan alam dengan tidak mengeksploitasinya secara berlebihan melainkan cukup memanfaatkan seperlunya saja
Dari Puncak Kinahrejo kami kemudian menuju sisa-sisa aliran Kali Opak yang rusak akibat erupsi Merapi, tampak juga disekitar lokasi ini bagaimana kondisi kerusakan jalan yang hingga saat ini belum juga diperbaiki
Tidak jauh dari situ kami melanjutkan menyusuri sisa aliran Kali Opak hingga tiba di Watu Tumpeng, yaitu sebuah batu yang berbentuk seperti gunungan tumpeng, tetapi sayangnya dipenuhi oleh coretan vandalisme tidak bertanggungjawab yang dilakukan oleh “manusia purba”
Puas mendokumentasikan suasana dan sisa-sisa kerusakan akibat erupsi Merapi, kami pun kemudian beranjak menuju lokasi rumah bekas kediaman Mbah Maridjan (juru kunci Merapi yang juga menjadi korban tewas akibat erupsi dahsyat Merapi) yang sekarang dijadikan Museum untuk mengenang Beliau
Selesai berkeliling kami kemudian memutuskan untuk kembali ke lokasi camp sekaligus mencari sarapan di warung-warung yang berada di dekat persewaan Jip
Aktivitas warga lokal yang mencari rumput untuk hewan ternaknya
Dan keuntungan dari berjalan kaki adalah secara tidak sengaja kami menemukan spot keren ini hehe…:) (makanya jangan malas berjalan kaki)
Setelah sarapan dan kembali ke campsite maka saatnya kami beristirahat serta membersihkan beberapa barang, dan kini gantian giliran Rian yang ingin berkeliling dengan sepedanya mencoba track-track XC yang ada di sekitar lokasi
Sembari beristirahat sekalian mendokumentasikan view lembah Kalikuning dari ketinggian
Menjelang siang saya dan Agit pun berinisiatif untuk kembali trekking, kali ini tujuan kami ke bawah menuju lembah Kalikuning melalui jalan setapak yang berada tidak jauh dari lokasi camping kami, setelah mempertimbangkan bahwa lokasi camp kami berada di spot yang terpencil dan cukup privat maka saya merasa cukup aman untuk meninggalkan barang-barang disekitar campsite, hanya barang-barang berharga serta kamera saja yang saya bawa
Warga lokal yang beraktivitas mencari rumput untuk makanan hewan ternaknya, dari bawah lembah Kalikuning ia harus menggotong semua rumput tersebut keatas melalui jalan setapak yang kami lewati (salut untuk staminanya)
View lembah Kalikuning yang dahulu sempat rusak akibat erupsi tetapi kini sudah mulai normal lagi
Beberapa hewan juga masih banyak terdapat disekitar lokasi sebagai indikator bahwa lokasi ini masih cukup terjaga
Aliran air yang masih sangat jernih, dingin, dan segar melengkapi keindahan dari tempat ini
Melihat dan menikmati suasana di lembah ini membuat saya jadi teringat dengan sebuah program acara jalan-jalan di salah satu televisi swasta beberapa waktu lalu, saat itu hostnya (orang Indonesia) bepergian ke luar negeri (Singapore) dan dengan bangganya mereka menceritakan bahwa tempat ini (salah satu Mall di Singapore) sangat keren karena didalamnya mereka membuat air terjun buatan yang dilengkapi dengan pengaturan suhu buatan layaknya yang ada di aslinya, jadi tidak perlu capek-capek jalan atau berpanas-panas untuk menikmatinya, terkadang sempat terpikir apakah mereka (para host itu) tahu bahwa bumi nusantara kita sudah menyediakan yang aslinya secara gratis dan jauh lebih indah dari apapun yang pernah dibuat oleh manusia
Bahkan aliran air di grojogan mini ini saja masih sangat jernih, sampai-sampai buih yang keluar dari sela-sela bebatuan dan pantulan dari dasarnya masih berwarna biru jernih
Mungkin memang benar bahwa semakin sering intensitas kita melakukan kegiatan traveling maka lambat laun akan mengubah kita dari seorang yang pendiam menjadi seorang penutur yang cakap, karena kita dapat menceritakan pengalaman yang kita alami sendiri secara langsung dengan jujur dan penuh antusias, baik itu melalui lisan maupun tulisan
Selain itu dengan melakukan kegiatan traveling seperti ini yang menyatu dengan alam maka kita juga menjadi lebih banyak berpikir tentang hidup dan kehidupan, dan mengembalikan kemampuan dasar kita sebagai manusia untuk mempercayai kemampuan kaki kita untuk berjalan, kemampuan tangan kita untuk menggenggam bebatuan, serta kemampuan otak serta pikiran kita untuk mengantisipasi perubahan dan fenomena-fenomena yang terjadi di alam. Bagi kami melakukan traveling seperti ini (yang kata orang kok susah banget caranya) bukan untuk melarikan diri dari masalah-masalah kehidupan tetapi bagaimana menjaga supaya “arti hidup” itu tidak lepas dari diri dan pola pikir di keseharian kita
Day 3, (04/06/15) Saatnya Pulang
Setelah di hari kedua kami benar-benar off the bike alias tidak bersepeda sama sekali (selain supaya tidak jenuh juga lebih mudah dalam mencermati detail perjalanan) maka tibalah di hari ketiga ini kami harus bersiap untuk pulang, kembali ke hingar-bingar dan polusi perkotaan, tetapi setidaknya pada perjalanan kali ini kami telah membersihkan sebagian jiwa dan raga kami dari racun-racun fisik maupun mental yang ditimbulkan oleh “gaya hidup perkotaan dan modernisasi”, ibarat gelas yang sudah mulai kotor maka sudah saatnya kami membersihkannya supaya dapat digunakan lagi
Jemur-jemur sepeda yang basah karena kabut dan hujan
Tidak lupa mengangin-anginkan tenda sebelum mulai dipacking
Bagi kami awalnya mungkin kami hanya senang bersepeda dan menganggapnya sebagai aktivitas yang biasa saja tetapi setelah sekian lama kami menjalani dan memandang kehidupan ini dari atas sadel sepeda, lambat laun kami merasa bahwa ini bukan lagi sekedar tentang bersepeda saja, melainkan ini juga tentang kehidupan
Dan pastinya untuk kedepannya kami masih akan terus melanjutkan perjalanan-perjalanan seperti ini dengan lebih intens lagi, selain karena kami memang menyukainya juga karena inilah cara kami bertualang
Begitupun dengan tulisan-tulisan saya, ya saya akan terus menulis sesuai apa yang saya rasakan karena saya menyukainya dan sebagai pengingat akan apa yang sudah saya lalui, terlepas dari apakah itu menghasilkan sesuatu secara materi atau tidak, setidaknya walau sedikit tapi semoga tulisan-tulisan ini bisa menginspirasi kalian semua untuk memulai petualangan kalian sendiri dengan cara masing-masing (tidak harus dengan bersepeda juga tidak apa-apa, asalkan kalian dapat tetap menjaga kelestarian alam dan keindahannya) serta menyebarkan inspirasi positif dari petualangan tersebut kepada orang lain
Dan bagi kalian yang ingin menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi dalam bertualangnya maka yakinlah bahwa kalian bisa menciptakan cerita petualangan tersebut dengan menggunakan sepeda apapun, yang diperlukan hanya niat, mental, passion, dan latihan terus menerus untuk menjadi lebih baik dalam bidang yang kalian pilih (dan tidak lupa banyak membaca), tidak perlu minder karena brand, kecepatan yang lambat, menuntun saat tanjakan,jarak yang biasa-biasa saja, dan lainnya, karena ini adalah perjalanan dan petualangan kalian bukan mereka, lagipula seorang goweser sejati tidaklah dinilai dari hal-hal tersebut melainkan ia yang mampu menaklukkan egonya selama di perjalanan
Selamat bertualang :)
Bikecamping @Kalikuning 2
7:26 PM
0 comments:
Post a Comment