Candi Banyunibo
Berawal ketika saya mengusulkan kepada rekan-rekan Gowes Wisata yang lain bahwa tema agenda gowes minggu ini adalah Tour De’ Candi, dengan pertimbangan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah terkenal mempunyai banyak peninggalan sejarah Kerajaan di masa lalu berupa Candi, tetapi tidak semua orang mengetahui dimana lokasi Candi-candi tersebut dan bagaimana sejarahnya
Jika biasanya wisatawan yang datang berkunjung ke Yogyakarta hanya tahu Candi-candi yang memang sudah populer seperti Prambanan (walau separuhnya berada di Jawa Tengah) dan Borobudur (masuk wilayah Magelang), maka kali ini saya dan tim Gowes Wisata akan mencoba menjelajahi Candi-candi lain yang banyak tersebar di Yogyakarta namun masih sepi pengunjung dan tidak banyak diketahui orang karena minimnya informasi maupun promosi yang dilakukan oleh dinas terkait, diantaranya adalah Candi Banyunibo
Sehari sebelum agenda gowes Tour De’ Candi, langit Kota Yogyakarta diselimuti mendung yang merata, malam harinya pun hujan deras turun membasahi jalanan Kota Yogya. Hingga esok paginya gerimis kecil masih turun, rekan-rekan Gowes Wisata yang lain mulai saling ber-sms kepada saya, menanyakan apakah agenda gowes jadi dilaksanakan, setelah memperhatikan kondisi cuaca dan melihat arah angin yang bertiup membawa awan hujan, saya memprediksikan bahwa arah hujan tak lama lagi akan menjauh berlawanan dengan rute agenda gowes, sehingga agenda gowes bisa tetap dilaksanakan
Walau waktu start molor menjadi 1 jam dari yang direncanakan karena menunggu hujan yang tiba-tiba turun dengan derasnya menjadi reda dulu, akhirnya kami jadi juga konvoi gowes beriringan 1 baris kebelakang. Memulai start dari JEC, kami mengambil rute melewati Blok O, mengikuti jalan aspal. Disini perjalanan menemui sedikit kendala karena ban sepeda milik salah satu rekan mengalami bocor dan tidak ada yang membawa ban dalam cadangan (karena saya menggunakan seli 20” jadi saya hanya membawa ban dalam seli saja hehe…) sedangkan yang lain menggunakan MTB 26” (paling tidak menjadi pelajaran bagi rekan yang lain tentang pentingnya mempersiapkan toolkit, ban dalam cadangan serta pompa mini saat melakukan gowes jauh), akhirnya setelah menemukan tukang tambal ban dan permasalahan beres, perjalanan pun dilanjutkan lagi
Sebenarnya di perjalanan kali ini kami melewati beberapa lokasi sekaligus yang kebetulan searah dengan rute yang dilalui, namun supaya tidak terlalu panjang dan memudahkan pembaca, maka saya akan membaginya menjadi beberapa post sesuai dengan lokasi tujuan-tujuan yang dilalui, pada post ini saya akan menceritakan tentang Candi Banyunibo terlebih dahulu, selamat mengikuti kisahnya...:)
Terletak diantara luasnya ladang tebu dan persawahan yang berada di sebelah selatan Desa Cepit, Kelurahan Bokoharjo,, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bangunan Induk Candi Banyunibo tampak berdiri dengan gagahnya. Pesona magis candi yang dibangun sekitar abad ke-9 zaman Kerajaan Mataram Kuno ini masih terasa kuat, seakan mengajak pengunjung untuk kembali ke era kejayaan Kerajaan-kerajaan yang dahulu masih banyak tersebar di Tanah Jawa Bumi Nusantara ini
Candi Banyunibo (yang dalam bahasa Jawa mempunyai arti “air yang jatuh”, atau “menetes”) adalah Candi Budha yang berada tidak jauh dari Kompleks percandian Ratu Boko, Candi Barong, dan Candi Ijo. Bahkan disekitar candi ini pun masih banyak dijumpai situs candi lain yang berserakan di beberapa dusun sekitarnya
Dibangun di dataran yang dikelilingi oleh perbukitan disebelah utara, timur, dan selatan, Candi Banyunibo ditemukan kembali dalam keadaan runtuh pada bulan November tahun 1940, selanjutnya dilakukan penelitian sampai tahun 1942 hingga akhirnya berhasil dilakukan penyusunan kembali bagian atap dan pintu candi
Pada tahun 1962, proses penelitian dan rekonstruksi dilanjutkan lewat pembangunan dasar, kaki, dan tubuh candi serta pagar-pagar di sisi utara. Proses pemugaran Candi Banyunibo sendiri baru dapat diselesaikan pada tahun 1978 saat semua bagian candi induk tersusun sempurna
pagar disisi utara bangunan induk Candi Banyunibo
Beberapa artefak dari Candi yang belum selesai di rekonstruksi
Candi Banyunibo terdiri dari sebuah bangunan induk yang menghadap ke barat dan enam buah Candi Perwara (pendamping) dalam bentuk stupa-stupa yang diperkirakan berdiameter 5m, dimana tiga Perwara berada di sisi selatan dan tiga lagi disisi timurnya. Sayangnya Candi Perwara ini tidak terbuat dari batu andesit, melainkan batu putih yang mudah sekali terkikis oleh waktu dan cuaca, sekarang ini Candi Perwara hanyalah sebuah alas stupa dengan puing-puing batu yang berserakan. Di sebelah utara candi, terdapat tembok batu sepanjang 65m membujur dari barat ke timur
Candi Perwara yang saat ini hanya berupa tumpukan puing yang belum selesai direkonstruksi
Candi induk Banyunibo menghadap kearah barat, disisi ini juga terdapat tangga yang digunakan sebagai jalan masuk. Pada bagian kiri dan kanan tangga terdapat pahatan tokoh-tokoh yang belum dapat diketahui identitasnya hingga kini. Di bagian ambang pintu masuknya terdapat hiasan Kalamakara, sedangkan pada bagian ujung pipi tangga terdapat hiasan makara yang berakhir dengan relief seekor singa. Setelah naik di ujung tangga, kita akan melihat pintu masuk dengan hiasan relief yang tidak sempurna karena ada beberapa batu baru yang terpasang tanpa dipahat sesuai dengan aslinya. Pintu ini membentuk lorong sepanjang 1,5 m dengan bentuk melengkung keatas, terdapat juga beberapa relief yang terpahat di batu-batu tersebut, relief Dewi Hariti (Dewi Kesuburan) nampak pada dinding sisi utara, sedangkan di dinding bagian selatan nampak relief suami Dewi Hariti yaitu Vaisravana.
Pintu masuk menuju bilik dalam bangunan induk Candi Banyunibo
Relief Dewi Hariti di sisi utara lorong pintu masuk
Relief Vaisravana di sisi selatan lorong pintu masuk
Didalam ruang utama bangunan induk Banyunibo yang berukuran 6,875m x 4,5m terdapat delapan buah jendela yang masing-masing terbagi dua disetiap sisinya dan dihias dengan pilaster, serta tiga relung dalam bentuk kalamakara tanpa arca dan bingkai relung berbentuk tapa berada tepat ditengah-tengah jendela tersebut, diatas jendela terdapat relief arca yang menggambarkan tokoh wanita yang sedang duduk bersila diatas padmasana
Ruang dalam bangunan induk Candi Banyunibo
Relief yang terdapat disamping jendela bagian dalam ruangan
Relief arca tokoh wanita yang terdapat diatas jendela luar candi
Candi Banyunibo mempunyai ukuran 15,325m x 14,25m dan tinggi 14,25m, dengan ketinggian kaki candi sendiri adalah 2,5m. Pada masing-masing sudut kaki candi dan dibagian tengah masing-masing sisi kaki candinya (kecuali sisi sebelah barat) terdapat hiasan berupa Jaladwara berbentuk kepala raksasa (kalamakara) yang dipasang dilantai atas kaki candi dan berfungsi sebagai saluran air saat hujan
Pada masing-masing sisi dari kaki candi Banyunibo dibagi menjadi beberapa bidang (panel) yang berisi hiasan berupa tumbuh-tumbuhan yang keluar dari pot-pot bunga yang dianggap sebagai lambang kehidupan atau kesuburan. Diatas kaki candi terdapat selasar tanpa pagar yang berfungsi sebagai jalan untuk mengelilingi candi saat ritual upacara keagamaan
Tubuh candi berbentuk tambun, karena ukuran luas tubuh candi lebih kecil dibanding dengan luas kaki candi sehingga tidak seluruh bagian lantai atas kaki candi tertutup oleh tubuh candi. Pada bagian dinding penampil sebelah selatan terdapat relief seorang wanita (Dewi Hariti) yang dikerumuni oleh anak-anak. Dewi Hariti sendiri dalam agama Budha dianggap sebagai manifestasi dari Dewi Kesuburan, ada juga yang menganggapnya sebagai Dewi Ibu dan Dewi Kekayaan, Dewi ini umumnya digambarkan sebagai figur Dewi dengan alat genital yang menonjol dan selalu disertai oleh anak-anak pengikutnya. Sedangkan relief di sisi utara menggambarkan seorang pria dalam posisi duduk
Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa, dengan atap candi bagian bawah berbentuk daun bunga padma, diatasnya diletakkan puncak atap berbentuk stupa yang terdiri dari piasadha, haimika, dan yasti. Hal tersebut menunjukkan bahwa Candi Banyunibo berlatar belakang agama Budha
Kreasi Candi Banyunibo melalui hasil edit foto hehe...:)
Dari berbagai Situs Cagar Budaya di Yogyakarta yang pernah saya kunjungi, paling tidak kondisi Candi Banyunibo cukup terawat dan mempunyai informasi terkait situs yang cukup lengkap (adanya papan berisi informasi mengenai sejarah dan makna relief candi)
Papan informasi yang berada didepan ruang satpam
Disini, walau ada keterangan tentang biaya tiket masuk yang tertera di papan, namun pengunjung diperbolehkan masuk secara gratis pada hari libur,tiket hanya berlaku pada jam kerja (senin sampai sabtu saja), pada hari libur pengunjung hanya cukup melapor ke petugas jaga dan mengisi buku tamu. Sayangnya lokasi Candi yang terpencil dan tak ada kendaraan umum yang secara khusus melewati candi ini maka jarang sekali wisatawan yang berkunjung kesini
Tambahan sumber referensi :
- http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Banyunibo
- http://candidiy.tripod.com/banyunibo.htm
- http://kotajogja.com/wisata/index/Candi-Banyunibo
- http://gudeg.net/id/directory/12/279/Candi-Banyunibo-Yogyakarta.html#Usk9QUp5_Sg
- http://ancientmataram.wordpress.com/2010/02/22/candi-banyunibo/
0 comments:
Post a Comment